Kementerian PU Dorong Zero Delta Q Policy sebagai Jawaban Tantangan Tata Ruang Jawa Barat
Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Bob Arthur
Lombogia, mewakili Menteri PU hadir dalam Rapat Koordinasi Tata Ruang dan Pertanahan Jawa Barat di
Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis, 18 Desember 2025.
Rapat dibuka oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi untuk membahas usulan revisi Peraturan Daerah
(Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat. Dalam sesi pembahasan bencana banjir,
Dedi mendesak Kementerian PU untuk segera menetapkan batas definitif sempadan sungai sebagai dasar
hukum penertiban bangunan yang berdiri di kawasan lindung.
“Kejelasan batas sempadan sungai akan menjadi instrumen penting bagi pemerintah daerah dalam
menegakkan aturan dan memulihkan fungsi ekologis sungai yang selama ini terdegradasi akibat
urbanisasi yang tidak terkendali.” jelasnya. Langkah ini dinilai krusial sebagai dasar hukum untuk
menertibkan bangunan liar maupun komersial yang menjadi biang kerok bencana banjir di berbagai
daerah.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BPIW, Bob Arthur Lombogia, menjelaskan bahwa tekanan urbanisasi
memang berdampak signifikan terhadap perubahan keseimbangan siklus hidrologi. Dalam paparannya, ia
menunjukkan bahwa sebelum urbanisasi, air hujan masih dapat terdistribusi secara seimbang melalui
infiltrasi, limpasan permukaan, dan evapotranspirasi. Namun, setelah terjadi perubahan tata guna
lahan, porsi limpasan meningkat dan daya serap tanah menurun, sehingga memperbesar potensi banjir.
“Tantangan utama kita saat ini adalah bagaimana mempertahankan persentase keseimbangan variabel
siklus hidrologi di tengah tekanan pembangunan. Karena itu, strategi yang harus dikedepankan adalah
memberikan ruang untuk air,” ujar Bob.
Ia menambahkan, Kementerian PU mendorong penerapan Zero Delta Q Policy, yaitu kebijakan pengendalian
debit limpasan agar tidak melebihi kondisi alami sebelum pembangunan dilakukan. Konsep ini bertujuan
menjaga agar puncak debit banjir pasca pembangunan tetap setara dengan kondisi awal, melalui
penyediaan tampungan air, penguatan sistem drainase berwawasan lingkungan, serta optimalisasi
infrastruktur pengendali banjir yang telah terbangun.
“Zero Delta Q bukan sekadar konsep teknis, tetapi pendekatan tata ruang yang menempatkan air sebagai
elemen utama. Setiap kawasan permukiman, industri, pertanian, maupun hingga pesisir harus
menyediakan ruang tampungan agar limpasan tidak langsung dibebankan ke sungai,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bob menegaskan bahwa kebijakan ini selaras dengan upaya pemerintah daerah Jawa Barat
dalam melakukan revisi RTRW. Sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dinilai krusial agar
pembangunan ekonomi tetap berjalan tanpa mengorbankan fungsi lindung lingkungan dan keselamatan
masyarakat.
Melalui penguatan kebijakan tata ruang, penetapan sempadan sungai yang tegas, serta implementasi
Zero Delta Q Policy secara konsisten, Kementerian PU berharap risiko bencana banjir di Jawa Barat
dapat ditekan sekaligus menjaga keberlanjutan sumber daya air untuk generasi mendatang.
Sementara itu, Dedi menyatakan bahwa inventarisasi dan penetapan batas sempadan oleh Kementerian PU
akan menjadi "senjata" bagi pemerintah daerah untuk melakukan penegakan hukum secara tegas.
"Saya minta Kementerian PU segera menetapkan di mana saja titik sempadan sungai di Jawa Barat. Jika
sudah ditetapkan secara resmi sebagai kawasan lindung, maka sertifikat perorangan yang terbit di
atasnya tinggal dicabut oleh Kementerian ATR/BPN," tegas Dedi.
Turut hadir dalam rapat Menteri Agraria Tata Ruang/BPN, Nusron Wahid, Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan, Kementerian Kehutanan, Ade Tri Ajikusumah, Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur
Wilayah Nasional BPIW, Zevi Azzaino dan para Pejabat Tinggi Pratama di Kementerian PU.(Zim/Tiara)